Pic from google |
Saya yang belum nikah ini di suruh nulis tentang pernikahan?? Aih kelewatan deh, kan jadi nya pingin cepet dihalalin haha *becanda woi jangan dianggep serius. Karena sayanya ini belum merasakan bagaimana mengarungi bahtera rumah tangga yang katanya merupakan ladang pahala, kalo udah halal mah gandengan tangan aja udah dapat pahala itu belum yang lain-lain lo *ups.
Jadi tulisan yang saya buat ini otomatis bukan dari pengalaman pribadi. Lebih banyak sok taunya mungkin hehe. But, monggo di baca harapan saya semoga bermanfaat aja. Yang baik silahkan di ambil yang jelek buang aja ke tempat sampah kayak mantan *eh.
Saya mau mulai dari kisah plato
Satu hari, Plato bertanya pada gurunya, “Apa itu cinta? Bagaimana saya bisa menemukannya? ”
Gurunya menjawab, "ada ladang gandum yang luas didepan sana. Berjalanlah kamu dan tanpa boleh mundur kembali, kemudian ambillah satu saja ranting. Jika kamu menemukan ranting yang kamu anggap paling menakjubkan, artinya kamu telah menemukan cinta”.
Plato pun berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali dengan tangan kosong, tanpa membawa apapun.
Gurunya bertanya, “mengapa kamu tidak membawa satupun ranting?”
Plato menjawab, “aku hanya boleh membawa satu saja, dan saat berjalan tidak boleh mundur kembali (berbalik). Sebenarnya aku telah menemukan yang paling menakjubkan, tapi aku tak tahu apakah ada yang lebih menakjubkan lagi di depan sana, jadi tak kuambil ranting tersebut. Saat kumelanjutkan berjalan lebih jauh lagi, baru kusadari bahwasanya ranting–ranting yang kutemukan kemudian tak sebagus ranting yang tadi, jadi tak kuambil sebatangpun pada akhirnya.
Gurunya kemudian menjawab ”jadi ya itulah cinta”.
Di hari yang lain, Plato bertanya lagi pada gurunya, “apa itu pernikahan? Bagaimana saya bisa menemukannya?"
Gurunya pun menjawab, “ada hutan yang subur didepan sana. Berjalanlah tanpa boleh mundur kembali (menoleh) dan kamu hanya boleh menebang satu pohon saja. Dan tebanglah jika kamu menemukan pohon yang paling tinggi, karena artinya kamu telah menemukan apa itu pernikahan”.
Plato pun menjawab, “sebab berdasarkan pengalamanku sebelumnya, setelah menjelajah hampir setengah hutan, ternyata aku kembali dengan tangan kosong. Jadi dikesempatan ini, aku lihat pohon ini, dan kurasa tidaklah buruk-buruk amat, jadi kuputuskan untuk menebangnya dan membawanya kesini. Aku tidak mau menghilangkan kesempatan untuk mendapatkannya”.
Gurunyapun kemudian menjawab, “dan ya itulah pernikahan”
Cinta itu semakin dicari, maka semakin tidak ditemukan. Waktu dan masa tidak dapat diputar mundur. Terimalah cinta apa adanya. Ketika kita bertemu orang yang tepat untuk dicintai, Ketika kita berada di tempat pada saat yang tepat, Itulah kesempatan. Ketika kita bertemu dengan seseorang yang membuat kita tertarik, Itu bukan pilihan itu kesempatan. Bertemu dalam suatu peristiwa bukanlah pilihan. Itupun adalah kesempatan.
Bila kita memutuskan untuk mencintai orang tersebut, Bahkan dengan segala kekurangannya, Itu bukan kesempatan, itu adalah pilihan. Ketika kita memilih bersama dengan seseorang walaupun apapun yang terjadi Itu adalah pilihan. Bahkan ketika kita menyadari Bahwa masih banyak orang lain yang lebih menarik,pandai, dan kaya daripada pasangan kita dan tetap kita memilih untuk mencintainya, Itulah pilihan.
Menikah itu pilihan, bahkan memutuskan untuk tidak menikahpun pilihan. Hidup itu terdiri dari pilihan-pilihan. Tergantung kita tujuannya mau kemana. Kalo kata pak ustad menikahlah untuk beribadah kepada Allah maka kamu akan dituntun dalam kebaikan.
Seorang teman pernah cerita, dia tidak ingin mempunyai anak. Katanya kalo punya anak merepotkan. Temannya yang punya anak tidak bisa keliling dunia seperti dia. Biaya hidup pun lebih mahal. Sayapun bertanya "terus kalo kamu tua nanti gimana? Siapa yang akan mengurusmu?".
"Ya semoga saja sodara-sodaraku mau mengurusku atau setidaknya aku bisa ke panti jompo. Kau tau orang Amerika itu selfish. Banyak anak yang lebih mementingkan dirinya sendiri dan melupakan orang tuanya. Sangat berbeda dengan disini".
Dan saya menjadi merasa sangat beruntung berada di sini, dan menjadi seorang muslim. Why? Karena di agama saya, diajarkan untuk berbakti kepada orang tuanya.
Well, lanjut kepemahaman saya soal menikah yang yah pasti lebih banyak taunya lewat buku, kajian atau curhat colongan teman. Kalo melihat kehidupan rumah tangga orang tua saya sendiri saya memang nggak begitu ngerti. Mama sudah menjadi seorang single fighter sejak saya masih berusia empat tahun. Anak usia empat tahun ngerti apa sih soal pernikahan.
Yang namanya hidup ya nggak mungkin bebas dari yang namanya problematika. Tak terkecuali dengan menikah. Walau yang sering di denger yang indah-indah. Lihat aja cerita dongeng-dongeng itu pasti akhirnya happily ever after.
Padahal ya kalo kata pak ustad menikah itu memulai perjalanan dari awal dari titik nol. Okeh bayangin aja kalian bakal hidup serumah dengan orang asing. Walaupun kalian sudah pacaran bertahun-tahun tapi tetep kan nggak bisa tau sifat-sifat jeleknya kalo belum tinggal serumah. Dua orang dari keluarga yang berbeda dengan pola didik yang berbeda pasti banyak juga beda pemikirannya.
Menikah itu untuk mendidik. Mendidik diri sendiri setidaknya, untuk menjadi lebih nriman kekurangan pasangannya. Nggak ada manusia yang sempurna kan? Kalo kata ustad salim a fillah "ta’aruf adalah proses seumur hidup. Rumus terpenting: jangan berekspektasi berlebihan dan jangan merasa sudah sangat mengenal seingga berhak menafsirkan perilaku pasangan".
Well, meskipun banyak denger manis pahitnya pernikahan. Saya tetep pingin menikah dengan segala problematika yang pasti bakal saya temui nantinya. Menikah nggak hanya soal happy happy aja tapi juga nggak melulu soal sedih sedih terus. Tergantung bagaimana kalian menyikapinya.
Tidak ada komentar
Posting Komentar