Museum Sandi ini berada di Jogja, iya Jogja, iya bener yang ada malioboronya, iya yang ada keratonnya, iya bener Jogja yang itu. Tapi kenapa banyak orang yang nggak tau ya? Padahal lokasinya di pusat kota lo, dekat dengan nol kilometer Jogja, persis sebelahnya rumah makan Raminten yang terkenal dengan makanan dan T-shirt uniknya yang berisi gambar dan pepatah jawa.
Bahkan babang ojek yang nganterin aku aja nggak ngerti malah bilang "Saya baru tau lo mbak ada Museum Sandi disini, ini museumnya Pak Sandi kah mbak?". Pak Sandi siapa mas? Sandiaga Uno? Atau Sandi Malarangeng *eh itu Andi ding. Duh Gusti sebegitu nggak eksisnya ya. Padahal ini Museum Kriptologi satu-satunya lo di Indonesia.
Terus loe kok bisa-bisanya nyasar kesini sich lel?
Well, hari ketiga di Jogja emang pinginnya jelajah museum. Nah because of that aku carilah rekomendasi museum di mbah google. Penasaran lah aku sama museum sandi ini, didukung sama jiwa ke matematikaanku yang masih sedikit melekat *eeaa. FYI pengkodean berkaitan erat dengan Matematika gaes, salah satunya dengan bilangan biner 1 dan 0 dan matriks. Tau dari mana? dari baca digital fortressnya Dan Brown dong, karena pas kuliah emang nggak ada mata kuliah kode bro.
Saat baru masuk terlihat taman kecil yang bersih dan rapi dengan tulisan Museum Sandi. Terlihat seorang mas-mas sedang menyapu halaman, setelah melihatku masuk dia berlari masuk menghampiri. "Silahkan tulis nama di buku kunjungan mbak", ucapnya sambil menyodorkan sebuah buku dengan beberapa kolom yang berisi nama dan asal, terlihat sudah ada 5 nama sebelumku.
"Mau pakai guide mbak?", tanyanya lagi. Tanpa pikir panjang aku tanyalah biayanya, maklum traveller kere macam kitorang kan kudu nyesuaiin budget ya gaes. "Gratis kok mbak", mendengar jawaban itu aku langsung manggut-manggut kesenengan. Dan ternyata masnya adalah guide itu sendiri, Masnya multi talent ya hahaha. Awalnya ada aku pikir ada pengunjung lain selain aku karena di daftar kunjungan ada nama lain, tapi nyatanya it's just me.
Museum Sandi ini ada dua lantai, tempatnya nggak begitu besar. Dulunya merupakan kantor kementrian luar negeri. Ruang pertama berupa ruang introduksi yang berisi beberapa bangku dan sebuah layar televisi. Katanya untuk melihat film tentang perkembangan persandian, tapi aku lewati dan berlanjut ke ruangan kedua. Di ruang kedua berisi beberapa alat membuat kode kuno yang berasal dari berbagai negara. Ada yang berbentuk lingkaran, kotak bahkan kain gulungan.
alat pengkodean yang berbentuk lipatan kain yang dililitkan |
alat pengkodean dari kayu, cara pengginaannya dengan di geser |
Di ruang kedua terdapat diorama tentang sejarah pengkodean di Indonesia. Banyak bercerita tentang Bapak Roebiono, bapak persandian Indonesia. Dulunya beliau mempelajari pengkodean di Belanda, saat kembali ke Indonesia ilmunya ini digunakan untuk berjuang memerdekakan bangsa kita. Buku Sandi dan sepeda yang biasa beliau gunakan terdapat di museum ini. Beberapa diorama di museum Sandi ini berkaitan dengan diorama perjuangan mencapai kemerdekaan di Museum Benteng Vredeburg.
Buku Sandi |
Ruang ketiga berisi mesin-mesin pembuat sandi dan pembaca sandi. Beberapa sekilas nampak seperti mesin ketik jadul. Ada juga yang bentuknya seperti thelephon. Dulunya bentuknya besar, dan seiring perkembangan zaman mulai mengecil dan simple. Keluar dari ruang ini kita kembali ke ruang resepsionis. Sempat ngerasa kecewa karena ku pikir cuma segitu doang isi museumnya. Ternyata dari meja resepsionis aku diajak masnya menaiki tangga kayu menuju lantai dua. Gak jadi kecewa deh.
alat pembuat dan pembaca kode |
Di dinding sepanjang tangga di tempel beberapa foto tokoh persandian Indonesia dan panorama Jogja. Ada sebuah foto yang menarik perhatianku, foto Gunung Merapi. Sebenernya biasa saja sich tapi bentuk gunungnya yang tak rata bikin penasaran.
Kata masnya dulu gunung merapi berbentuk mangkuk tengkurap kayak gunung-gunung pada umumnya. Namun saat letusan pertamanya kawahnya longsor dan terbentuklah cekungan di tengahnya. Letusan kedua lebih dahsyat lagi membuat cekungannya lebih dalam lagi.
Lanjut ke ruangan di lantai 2, berisi peninggalan-peninggalan tokoh Sandi Indonesia. Ada seragam, topi, jam, sampai piagam-piagam penghargaan. Dan di ruang terakhir merupakan tempat bermain. Ada beberapa komputer dan permainan. Biasanya digunakan saat ada kunjungan dari sekolah atau komunitas.
Banyak banget ilmu yang bisa kita ambil dari museum ini. Apalagi ada guide yang menjelaskan tentang sejarah persandian. Lebih tepatnya bercerita sich kalo kataku. Karena dia menjelaskan dengan sangat lugas, tau banyak tentang benda-benda yang ada, asal muasalnya, fungsi dan sejarahnya.
Tapi sayangnya sepi akan pengunjung. Padahal untuk masuknya aja nggak di tarik biaya lo, pakai guide juga free. Kurang apa coba. Kurang instagramable aja kali ya tempatnya. Nggak bagus buat photo-photo. Yah generasi millenial sekarang kan carinya tempat buat photo-photo untuk di pajang di instagram.
Aah andai mereka lebih suka menggali informasi dari museum daripada hanya memgambil photo biar terlihat intelek. Museum tak akan sesepi ini.
Tidak ada komentar
Posting Komentar