Karena memang berhubungan langsung dengan buku yang
diterbitkan Mas Agustinus, maka isinya pun sebagian besar tentang apa yang ada
di buku. Tentang perjalanan yang dilakukan Mas Agustinus keliling dunia hingga
dia menemukan apa arti dari sebuah kepulangan.
Acara dimulai tepat pukul 19.00 WIB dan dijadwalkan
berlangsung hingga satu setengah jam ke depan. Namun karena sangking asyiknya
perbincangan yang kami lakukan, acara memakan waktu satu jam lebih lama. Karena
kami semua menikmati perbincangan, jadi dua setengah jam terasa sangat singkat
bagi kami.
Berawal dari sebuah mimpi.
Perbincangan awal dimulai dengan awal mimpi Mas Agustinus
untuk keliling dunia. Sebuah mimpi anak kecil setelah mendengar dongeng tentang
perjalanan seorang biksu yang pergi ke barat untuk mencari kitab suci. Semua pasti
tau kan tentang cerita ini, ya betul legenda kera sakti.
Dan ternyata itu sebenarnya merupakan kisah nyata lho! hanya
saja dijadikan dongeng untuk anak-anak yang dibumbuhi fiksi ditiap-tiap
kejadian. Sedangkan tempat yang diceritakan, negeri-negeri yang menjadi latar
cerita itu aslinya memang ada dan nyata.
Jadi pada abad ke 17 terdapat seorang biksu yang melakukan
perjalanan ke barat (India). Dia melakukan perjalanan darat sendiri untuk
belajar kitab di India. Kisah biksu inilah yang kemudian oleh rakyat China di
jadikan dongeng dengan menambahkan tokoh-tokoh fiksi seperti Sun Go Kong, Ti
Pat Kai, dan Wu Ing.
Perjalanan menemukan makna Pulang
Pertama kali Mas Agustinus ini mencari makna pulang adalah saat dia akan menginjakkan kaki pertama kalinya di Negeri China. Negeri asal orang tuanya. Saat itu dia diterima di salah satu universitas di China.
Setelah sekian lama tinggal dan hidup di Indonesia, Negeri
nenek moyang merupakan sebuah tempat yang asing baginya. Banyak imajinasi yang
tergambar dalam benaknya tentang kehidupan China yang kental dengan tradisi,
seperti yang selama ini dia lihat di Indonesia.
Namun setelah sampai di sana, apa yang dia temui tak sesuai
dengan apa yang dia bayangkan selama ini. Negeri China yang dia anggap memegang
tradisi ketimuran ternyata lebih barat dari negeri barat sendiri. Orang ciuman
di tengah jalan terlihat biasa di sana. Orang-orang yang tidur dijalanan
merupakan sebuah pemandangan yang biasa di sana.
Dia tidak merasa telah pulang saat itu. Meski tempat yang
dia tinggali kini merupakan negeri nenek moyangnya.
Setelah lulus kuliah dia melakukan perjalanan ke barat,
seorang diri. Dan anehnya, saat di negeri orang dia malah merasakan arti sebuah
kepulang. Merasakan kehangatan sebuah rumah di tempat yang asing baginya.
Dan tempat yang membuatnya paling berkesan adalah di
Afghanistan. Di sebuah negeri perang di mana nyawa begitu murah di sana. Daerah
rawan dimana hampir di setiap jengkal tanahnya tidak aman. Hampir setiap hari
terdengar ledakan dan tembakan di mana-mana.
Namun di tempat paling berbahaya inilah dia justru merasakan
sebuah kepulangan. Di sana dia melihat kebahagiaan yang terpancar dari sebuah
kesederhanaan. Dimana di tengah penderitaan mereka masih punya kewibawaan.
Di sana dia juga belajar untuk menertawakan diri sendiri, belajar
menertawakan penderitaan yang dialami. Karena
ketika kita mampu menertawakan penderitaan kita, berarti kita iklas
menerimanya.
Hingga akhirnya keadaan memaksanya untuk pulang ke
Indonesia. Karena saat itu Mamanya sedang menderita penyakit kanker. Bagi orang
yang lama hidup di jalan, hal yang paling dia takutkan adalah pulang.
Perjalanan panjang untuk pulang
Dalam buku terbarunya ini Mas Agustinus Wibowo menceritakan
tentang perjalanannya menyusuri sudut-sudut Indonesia. Dia ingin lebih mengenal
tentang negaranya sendiri.
Toraja
Saat dia melakukan perjalanan di Toraja, dia belajar untuk
hidup bersandingan dengan kematian. Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan
mati. Sebagian dari kita pasti memaknai sebuah kematian dengan rasa kehilangan.
Berbeda dengan daerah lain, orang-orang di Toraja hidup
berdampingan dengan kematian. Ada hari-hari tertentu untuk menguburkan mayat. Jadi
sebelum hari itu tiba, mayat tetap tinggal di rumah dan diberlakukan seperti
biasanya. Mereka menganggapnya sedang tidur, jadi mereka masih menyiapakan
sarapan dan mengajak bicara.
Pada hari pemakaman pun tak terlihat sedu sedan para
keluarga. Mereka melepas keluarga mereka yang meninggal dengan kebahagiaan. Bahkan
acara pemakaman diselenggaran dengan pesta yang meriah.
Irian Jaya
Saat melakukan perjalanan ke Irian Jaya, tepatnya di perbatasan anatara Indonesia dan Papua Nugini. Mas Agustinus ini menemukan bahwa banyak orang Irian yang merasa berada di Wilayah Indonesia padahal aslinya mereka sedang berada di wilayah Papua Nugini, begitupun sebaliknya.
Karena batas antara dua Negara ini tidak jelas terpampang. Sehingga
banyak warga yang merasa di wilayah negaranya sendiri padahal sedang berada di
wilayah Negara asing. Hal ini dikarenakan areanya yang merupakan hutan
pedalaman.
Dari perjalanan di Irian inilah, Mas Agustinus ingin
mengorek lebih dalam tentang sejarah Indonesia. Dan Belanda menjadi incarannya
selanjutnya. Karena di sanalah sumber informasi tentang sejarah Indonesia. Negeri
yang paling lama menjajah negerag kita.
Setelah ke Belanda dia pergi ke Suriname, Negara yang
membuatnya merasakan kembali apa itu makna pulang. Saat di sana dia tak merasa asing,
dia merasa kembali ke negaranya.
Banyak orang jawa di Suriname ini. Hal ini dikarenakan dulu,
banyak orang jawa yang merupakan tahanan jajahan yang dibawa oleh Belanda ke
sini. Dan sewaktu Indonesia merdeka, mereka tak bisa pulang kembali ke
Indonesia, sehingga hidup dan menetap di sini.
Tradisi jawa kental sekali di sini, dibandingkan dengan
orang jawa yang tinggal di Indonesia. Karena di sini mereka benar-benar menjaga
tradisi yang telah mereka bawa. Tradisi ini yang menjadikan identitas mereka di
Negri orang, yang merindukan akan kepulangan ke tanah air.
Gerakan pemberontakan juga diulas dalam acara ini. yaitu
pemeberontakan Republik Maluku Selatan yang disingkat RMS. Sebuah gerakan yang
menuntut pemerintah Belanda untuk memulangkan kembali mereka ke Indonesia.
Namun, gerakan ini mulai kendor saat mereka telah
dipulangkan dan mendapati kenyataan bahwa negara nenek moyang meraka tak sesuai
dengan imajinasi yang selama ini ada dalam benak mereka. sama seperti perasaan
yang pernah di rasakan Mas Agustinus saat menginjakkan China pertama kalli.
Kesimpulan
Rumah bukan tentang letak geografis. Rumah tidak dapat
diartikan atau dianggap secara fisik. Karena ketika kita menganggap rumah
secara fisik dan ternyata tak sesuai dengan realita yang kita temui, kita akan
pecah berkeping-keping. Rumah itu ada di dalam hati. Akan terasa kehangatannya
di dalam hati.
Identitas adalah warna. Dan perjalanan merupakan proses
mengenali diri dan kita akan menemukan banyak warna di dalam dirinya. Karena ketika
orang hanya menonjolkan satu identitas saja, hidupnya akan monoton. Ya hanya
gitu-gitu aja.
Sesuatu terlihat biasa saja karena kita sudah terbiasa
melihatnya, sehingga tidak terlihat unik lagi. Dan karena kita sudah terbiasa
melihat tradisi dan budaya kita sendirijadi terasa tak menarik. Padahal bagi
orang luar negeri, tradisi dan budaya kita ini terlihat sangat unik dan
menarik.
Tidak semua yang dianggap benar adalah benar, begitupun juga
tidak semua yang dianggap salah adalah salah. Karena benar dan salah adalah relative.
Bisa jadi memotret anak kecil di Indonesia adalah hal yang dibenarkan namun
bila berada di eropa hal itu bisa jadi adalah kesalahan. Karena memotret anak
kecil tanpa ijin dari orangtuanya dianggap sebuah kejahatan. Dimana bumi
dipijak disana langit dijunjung.
Terima kasih sudah berbagi kak. Baca artikel ini membuat saya semakin memahami arti sebuah rumah dan pulang. Bukan letak dan posisi saja, tetapi bagaimana perasaan kita yang sesungguhnya. Ngomong-ngomong jadi pengen keliling dunia juga, hehe.
BalasHapusSaya kira Mas Agustinus telah mendapatkan banyak sekali pelajaran hidup dari perjalanannya kian-kemari. Memang belajar dari pengalaman lebih baik, ketimbang dari bacaan.
BalasHapusduh bahagia banget yaa jadi punya wawasan yang luas kalo kita mau melanglang buana berkeliling ke setiap pelosok dunia ini, dan jadi lebih bermakna memang maknanya pulang jadinya ya
BalasHapuskeren, aku baru tau loh mas agustinus wibow ini. setuju deh dg ungkapan rumah itu memang fisik, ini soal rasa ya kak.
BalasHapusEhh nungguin buku barunya jg aahh. Udah sampe toraja aja nih yaa ternyata om agustin
BalasHapusHidup adalah sebuah perjalanan, rumah hanyalah fisik, disetiap langkah pasti memiliki kisah... Keren banget ya, jadi pengen baca
BalasHapusBaca ini, jiwa -jiwa travelling saya meronta-eonta, seru sekali kisah beliau.. Btw, selamat ya mas bisa dpet giveaway bareng...
BalasHapusMenemukan arti pulang dalam setiap perjalanannya ke negara lain, sepertinya perlu berpikir dalam ya kalau soal ini. Tidak semua orang bisa memaknai yang sama. Apalagi jika hanya singgah, berkunjung untuk berlibur. Terkadang kita sulit melepaskan keakuan kita walau hanya sebentar.
BalasHapusPas banget kak, baru mau beli bukunya minggu depan, jadi makin penasaran dan ga sabar buat baca 🤗😁
BalasHapus