Kemarin setelah mengikuti program menulis selama sebulan penuh bareng Indonesia Content Creator dan Mubadalah id, aku berkesempatan mendapat bingkisan buku. Dan beruntung banget dapat buku berjudul Sunnah Monogami ini.
Monogami berasal dari bahasa yunani yaitu monos yang artinya
sendiri dan gamos yang artinya pernikahan. Secara bahasa monogami berarti
kondisi dimana seseorang hanya memiliki satu pasangan dalam sebuah pernikahan. Kebalikan
dari poligami, yaitu kondisi dimana dalam sebuah pernikahan boleh memiliki
lebih dari satu pasangan.
Dalam islam sendiri diperbolehkan bagi seorang lelaki untuk
menikahi lebih dari satu orang peremapuan. Seperti yang disebutkan dalam surat
An-nisa ayat 3.
“Dan jika kamu takut akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga hingga empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinkanlah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”.
Seperti yang terlihat secara nyata dalam literasi terjemahan,
focus ayat tersebut adalah anjuran pada dua hal. Pertama perbuatan adil
terhadap anak yatim, kedua ketika berpoligami juga harus didasarkan pada
moralitas keadilan. Jika khawatir tidak mampu adil, seharusnya mencukupkan diri
dengan satu isteri saja, agar tidak terjadi kezaliman dan kenistaan.
Surat An-nisa ayat tiga ini juga turun disaat orang-orang
pada masa itu melakukan praktek poligami sesuka mereka. Mereka tidak meras
takut bertindak tidak adil ketika mempoligami perempuan, sementara mereka
merasa takut bertindak tidak adil terhadap anak yatim.
Nabi pernah melarang Ali bin abi Thalib saat meminta izin
untuk mempoligami putrinya Fatimah Azzahrah. Setelah Beliau mendengar
kekhawatiran Fatimah betapa poligami akan menyakiti dirinya.
Dalam buku ini juga dituliskan beberapa kejadian yang menimpa
perempuan-perempuan yang dipologami suami mereka. Banyak diantara mereka yang merasa
terdzalimi dan merasakan ketidakadilan dalam pernikahan mereka.
Beberapa pernyataan mereka seperti ini.
“Apapun saya lakukan untuk menunjang ekonomi keluarga. Ketika
bapaknya dulu masih prihatin saya berusaha sangat menghemat. Kami pernah tidur
berempat tanpa mengeluh. Saya juga pernah bisnis kecil-kecilan berjualan
pakaian dengan staf Bapaknya di kantor. Saya lakukan semuanya supaya dia tak
terlalu berat. Eh begitu makmur dikit dia sudah lupa bagaimana dulu kita susah.
Dan sekarang setelah saya mengusahakan untuk hidup hemat, dia enak-enakan
bangun rumah untuk si setan itu. Ini membuat saya jadi males. Orang bilang saya
sebaiknya cari kegiatan untuk jaga-jaga. Niat terkadang muncul, tapi kalau
ingat bagaimana perjuangan saya dulu disia-siakan, tak dihargai sama sekali,
saya jadi kehilangan semangat. Terserah nanti Allah yang akan mengatur rizki
saya dan anak-anak. Masa iya sampai nggak makan. (Ny Sar).
Catatan pragmentasi di atas dengan jelas membuat dehumanisasi
manusia. bukan hanya perempuan sebagai korban, tetapi juga lelaki sebagai
pelaku yang kehilanagan kemanusiaannya. Dihadapan korban, pilihan-pilihannya
begitu sulit.
Beberapa pengalaman perempuan lainnya juga dituliskan dalam
buku ini. Dan betapa poligami mampu merusak perempuannya.
Selain membahas
tentang poligami, buku ini juga membahas tentang hadis-hadis sunnah monogamy. Setelah
begitu banyak hadis dan surat tentang poligami. Kita juga diberitahukan bahwa monogamy
juga disunnahkan.
Tujuan dituliskannya buku ini memang untuk orang-orang yang
belum mengetahui sepenuhnya mengenai argumentasi fiqh terhadap monogamy. Dan mereka
yang masih menyangsikan pilihan alquran terhadap monogamy.
Buku ini diharapkan bisa membukakan mata mereka, bahwa monogamy
bukan soal pengharaman sesuatu yang dihalalkan Allah, bukan soal pembiaran
terhadap nasib perempuan yang dianggap berjumlah lebih banyak dari laki-laki,
juga bukan soal ajaran Barat atau Timur.
Tetapi soal implementasi perintah Al-quran terhadap
keharusan berperilaku adil dan larangan tindakan aniaya dalam perkawinan. Persis
seperti yang dikatakan Al-quran, “dzalika adna alla ta’ulu. Bahwa monogamy lebih
memungkinkan orang untuk tidak berbuat aniaya dan dzalim.
Memang benar poligami diperbolehkan, jika manfaatnya lebih
banyak ketimbang mudharatnya. Namun apabila ternyata mudharatnya lebih banyak
ketimbang manfaatnya, tentu ada baiknya kita cukuplah bermonogami.
Pernikahan adalah tentang dua orang, kedua-duanya harusnya merasa nyaman dan aman dalam pernikahan tersebut. Bukan satu berkuasa terhadap yang lainnya.
Tidak ada komentar
Posting Komentar