Minggu yang cerah, langit nampak biru dengan awan putihnya yang berarak. Seingatku udara pagi yang terhhirup sungguh menyegarkan. Lely kecil sudah siap dengan tas di punggungnya, akan berangkat berenang di kolam renang stadion dekat rumahnya.
Dulu, hampir setiap hari minggu aku pergi berenang bersama
teman-teman. Dan setiap minggu pula mamaku tak pernah absen menyiapkan sekotak
bekal makan untuk kubawa berenang. Bekal yang kubawa sebenarnya tak pernah
berbeda. Setangkup nasi dengan telur mata sapi diatasnya atau mie goreng instan
yang kalau dingin langsung kaku berbentuk kotak.
Tak hanya saat pergi berenang, bila ada tambahan jam
pelajaran di sekolah dan mengharuskan pulang sore pasti paginya Mama menyiapkan
bekal untuk makan siang di sekolah nanti. Bukan tanpa alasan sih Mama aku tuh
suka membawakan anaknya bekal makanan.
Kenapa Dulu Suka Membawa Bekal?
Anak-anak generasi 90an pasti waktu kecil suka sekali bawa
bekal ke sekolah maupun saat bepergian. Kalau aku menelisik kembali ke era
tersebut, ternyata ada beberapa factor yang membuat anak generasi 90an memiliki
kebiasaan membawa bekal makanan sendiri.
Kantin Sekolah yang Kurang Memadai
Warung makan atau kantin sekolah masih jarang di jaman dulu.
Kalau pun ada kantin sekolah, jarang ada yang berjualan nasi dan lauk,
kebanyakan hanya menjual makanan ringan seperti snack dan roti. Sehingga bila
ada jam pelajaran tambahan susah untuk mencari tempat makan siang.
Selain itu saat jam istirahat biasanya siswa dilarang untuk
keluar area sekolah. Sehingga siswa tidak bisa membeli makan di warung yang
berada di luar area sekolah. Oleh sebab itu para orangtua selalu membawakan
bekal makan untuk anak-anaknya untuk makan siang di sekolah.
Lebih Hemat
Sekitar tahun 1998 Indonesia sedang mengalami krisis
moneter. Semua harga pangan melambung tinggi, banyak terjadi pengurangan tenaga
kerja. Tingkatan ekonomi yang semakin menurun membuat banyak orang
mengencangkan ikat pinggang mereka.
Membawakan bekal makanan menjadi salah satu cara yang
digunakan untuk menghemat pengeluaran. Dengan membawakan bekal makanan dapat
mengurangi uang saku anak-anak. Mereka jadi tak perlu memberi uang tambahan
untuk jajan anak-anak.
Makanan yang Sehat dan Bergizi
Dengan membawakan bekal makan sendiri, dapat menghindarkan
anak-anak jajan makanan diluar yang belum tentu terjamin kebersihan dan asupan
gizinya. Membawakan bekal bisa membantu orangtua untuk bisa memberikan makanan
yang sehat dan memiliki asupan gizi yang cukup untuk anak.
Dampak Membungkus Makanan dari Luar
Namun agaknya kini kebiasaan membawa bekal mulai memudar. Semakin mudahnya orang-orang mendapatkan makanan cepat saji pun dengan merebaknya jasa kirim makanan, membuat banyak orang lebih
memilih untuk membeli makan diluar ketimbang membawa bekal makan siang sendiri.
Hal ini karena kemudahan yang didapatkan, selain tak perlu repot-repot memasak
juga menghemat waktu sehingga jam istirahat tak banyak terbuang untuk antri
makanan di warung. Selain dampak positif yang didapat ada juga dampak negative
dari membeli makanan di luar.
Bagi Kesehatan
Bila dilihat dari segi kesehatan, makan di luar juga
memiliki dampak negative yang berkaitan dengan peningkatan berat badan berlebih
dan obesitas. Beberapa makanan yang disediakan di luar kebanyakan merupakan
jenis makanan fast food yang memiliki kandungan lemak yang tinggi.
Selain itu kualitas makanan yang rendah karena rendahnya
asupan zat gizi mikro, khususnya vitamin C, kalsium dan zat besi. Hal ini
karena hanya sedikit makanan diluar yang mengandung sayur dan buah. Rendahnya
asupan zat gizi mikro berkaitan dengan difisiensi zat gizi. Kalau tidak
pandai-padai memilih makanan, akan mempengaruhi tingkat kesehat kita.
Meningkatkan Produksi Sampah Plastik
Namun tak hanya masalah kesehatan yang timbul dengan
membungkus makanan dari luar ini. Membeli makanan di luar juga meningkatkan
produksi sampah, terutama sampah plastik. Sampah plastik ini berasal dari wadah
sekali pakai yang untuk membungkus makanan.
Beberapa wadah makanan yang digunakan biasanya berupa kotak
sterofoam, kertas nasi, dus nasi, bento lunch hingga mika plastik. Selain tempat
makan, sampah plastik yang dihasilkan dari membungkus makanan adalah tempat
minum dan sedotan yang berbahan plastik sekali pakai. Dan paket makanan itu
dimasukkan ke dalam kantong yang juga berbahan plastik.
Bila dalam sehari kita membungkus setidaknya untuk satu kali
makanan, maka berapa sampah plastik yang kita hasilkan?
Kenapa harus peduli dengan sampah plastik?
Kenapa sih kita harus peduli dengan sampah plastik yang kita
hasilkan? Kan kalau selesai tinggal buang saja, nggak bikin kotor rumah juga
kan?
Tidak pernahkan kalian bayangkan, kemana sampah-sampah
tersebut setelah kita buang ke dalam tong sampah?
Sampah-sampah plastik yang kita hasilkan tersebut nantinya
akan berakhir di TPA, namun banyak juga yang berakhir di sungai atau laut.
Material plastik yang tak mudah terurai membuat sampah-sampah plastik mencemari
laut. Bila kalian ingat kasus plastik yang berada di dalam perut paus yang mati
dan terdampar di Wakatobi.
Hubungan Buruk Plastik dan Lingkungan
Semakin banyaknya sampah plastik yang dihasilkan tiap
tahunnya memiliki dampak yang buruk untuk lingkungan kita. Tak hanya mencemari
ekosistem laut, dampak semakin menumpuknya sampah plastik juga mempengaruhi
perubahan iklim kita.
Terasa nggak sih, semakin ke sini siklus perubahan iklim
semakin tak karuan. Cuaca yang masih terik meski seharusnya sudah masuk ke
musim penghujan, begitupun sebaliknya. Pencemaran akibat dari sampah plastik
ini menjadi salah satu pemicunya.
Tak hanya karena pencemaran yang terjadi akibat menumpuknya
sampah plastik di lautan. Proses produksi plastik sendiri tenyata juga memicu
terjadinya perubahan iklim di dunia.
Pengaruh Plastik Pada Perubahan Iklim.
Mulai dari proses produksi, konsumsi hingga pembuangan,
plastik berkontribusi dalam penyumbang emisi karbon yang tinggi. Dan hal ini
tentu saja membuat plastik berkontribusi dalam perubahan iklim yang membuat
bumi semakin memanas.
Dalam sebuah laporan, “Plastic &Climate : The Hidden Cost
of a Plastic Planet”, yang dirilis pleh the Center International Enviromental
Law. Sebuah organisasi nirlaba menyebutkan bahwa jumlah emisi karbon yang
dihasilkan dari siklus produksi hingga pembuangan plastik terus meningkat. Hingga
mencapai 2.8 juta Metric Ton CO2. Itu setara dengan emisi karbon yang
dihasilkan oleh 500 Pembangkit Listrik Tenaga Batu Bara, di tahun 2050. (Source
: www.sustaination.id)
Proses Pembuatan Produk Plastik
Nafta merupakan bahan baku pembuatan plastik yang berasal
minyak dan gas bumi. Nafta kemudian diolah lebih lanjut untuk menghasilkan pellet
atau resin plastik. Proses produksi pellet ini membutuhkan energy yang besar,
sehingga menghasilkan emisi karbon yang juga besar.
Produksi dan transportasi bahan-bahan plastik ini
membutuhkan banyak energy dan bahan bakar. Dalam skala dunia, plastik
menghasilkan jejak karbon sebesar 1.781 Million Metric Ton CO2. Sedangkan 60%
dari emisi ini dihasilkan saat proses produksi dan transportasi minyak bumi
hingga menjadi pellet plastik. Selebihnya dikeluarkan saat pembuatan produk
plastik.
Selanjutnya pellet-pelet ini akan didistribusikan ke tempat pengolahan dan percetakan. Di sana nantinya pellet ini akan dicetak sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Misalnya dibentuk menjadi botol plastik atau kotak makan dan lain sebagainya.
Proses percetakan ini membutuhkan suhu tinggi yang
didapatkan dari pembakaran batu bara. Proses percetakan ini setidaknya
menghasilkan emisi karbon sebesar 535 Juta Metric Ton CO2.
Pengolahan dan Pembuangan Sampah Plastik
Produk plastik dipakai hanya beberapa kali saja, kemudian
dibuang begitu saja ke TPA atau diolah dengan cara didaur ulang atau dibakar. Namun
tidak semua sampah plastik bisa didaur ulang, sehingga sebagian dibakar dengan incinerator.
Sampah yang didaur ulang memiliki dampak lingkungan yang
paling minim. Sedangkan untuk sampah yang dibakar, pembakaran ini membarikan
dampak lingkungan yang paling besar. Pembakaran plastik dapat menghasilkan gas
emisi hingga 5.9 Juta Metric Ton CO2.
Misi Rahasia Sebuah Kotak Bekal untuk Bumi
Semakin tinggi emisi karbon yang dihasilkan, maka semakin
tinggi konsetrasi gas-gas rumah kaca yang ada diatmosfer. Konsentrasi gas rumah
kaca yang tinggi di atmosfer berpengaruh dalam meningkatnya suhu bumi yang
berujung pada krisis iklim yang kita alami saat ini.
Setelah tau proses produksi plastik hingga pengolahannya
setelah menjadi sampah menghasilkan emisi karbon yang sangat tinggi. Yuk kita
mulai membiasakan diri untuk mengurangi sampah plastik.
Ayo mulai mengubah kebiasaan kecil untuk sebuah perubahan
yang besar. Dimulai dengan kembali kebiasaan yang dulu pernah kita lakukan
namun kini mulai memudar yaitu membawa bekal makanan sendiri.
Coba bayangkan berapa kilo sampah yang bisa kita tekan bila membawa bekal makanan sendiri. Bila setidaknya kita membungkus makanan sekali dalam sehari maka ada 365 sampah plastik yang kita hasilkan. Bila diestimasikan sampah satu bungkus makanan seberat 50gr maka dalam satu tahun ada 912.5kg sampah plastik yang kita hasilkan.
Hampir satu ton sampah dalam satu tahun, itu estimasi untuk
satu orang saja. Bayangkan saja ada berapa orang dibumi ini yang sering
membungkus makanan? Dan berapa sampah plastik yang mereka hasilkan setiap
tahunnya?
Dengan membawa bekal makan sendiri kita bisa menekan jumlah
sampah yang kita hasilkan. Satu ton bukan jumlah yang sedikit lho kawan. Dengan
konsisten membawa bekal sendiri dan berusaha untuk tidak memakai barang sekali
pakai, kita bisa menyelamatkan bumi ini.
“Bila dulu kebiasaan membawa bekal dilakukan untuk kepentingan pribadi. Kini kebiasaan membawa bekal dilakukan untuk menyelamatkan bumi”.
Dihari sumpah pemuda ini, aku berjanji untuk mulai membiasakan diri membawa bekal kemanapun demi memgurangi sampah plastik untuk bumi yang lebih baik lagi.
Kalian #MudaMudiBumi yuk bersama-sama memulai mengubah kebiasaan sederhana ini #UntukmuBumiku. #TimeforActionIndonesia.
Sumber
www.Jpg-indonesia.net
www.Sustaination.id
www.Zerowaste.id
Tidak ada komentar
Posting Komentar