Dalam tantangan baca bulan Januari
bareng komunitas Payung Literasi kemarin, aku memilih untuk membaca buku
terbaru dari Alexander Thian atau lebih dikenal dengan nama Amrazing di Media
Sosial ini.
Beberapa tahun terakhir ini aku
emang suka mengikuti postingan dari Koh Alex di Instagram juga membaca
tulisan-tulisannya di blog pribadinya. Awalnya, Aku tertarik dengan
postingannya karena banyak membahas tentang traveling dan zodiac. Namun setelah
mengikutinya aku mulai merasakan bahwa konten-konten yang dia bagikan memang
memiliki positive vibes.
Source : idntimes.com |
Story tellingnya juga asik, mulai dari pemilihan katanya, alur cerita yang disampaikan hingga penutupan yang diberikan. Membuat pembacanya tidak bosan membaca cerita sampai akhir dan mampu menangkap pesan yang disampaikan. POV cerita yang dia ambil berbeda dari yang lain, sehingga membuatnya jadi unik.
Dan ketika dia mengeluarkan karya
terbarunya yang berisi tentang kisah hidupnya tentu saja aku pingin segera
baca. Untungnya temen aku gercep banget beli bukunya jadi bisa aku pinjam.
Karena setelah aku cek di sebuah toko buku di Kotaku bukunya udah ndak ada
gaes!!
Pulang – Pergi, yang Dibawa dan Ditinggalkan
Judul yang diambil ini
menggambarkan tentang bagaimana dia akhirnya bisa membuang rasa kebencian yang
dia bawa selama bertahun-tahun. Sebenarnya kisah tentang kehidupannya sudah
beberapa kali di ceritakan dalam konten-konten instagramnya. Namun hanya berupa
potongan-potongan cerita saja, dan buku ini merupakan cerita lengkap dari
potongan-potongan kisah yang pernah ia bagikan di akun instagramnya.
Sinopsis
Cerita dalam buku ini dimulai
ketika Papanya meninggal dunia. “Jangan sampai kau lupa papa”, begitu yang
dinasehatkan neneknya saat itu. Membuat Alex kecil berjanji kepada dirinya
sendiri untuk tetap berbincang dengan papanya meski papanya telah meninggal.
Hal tersebut dilakukan hingga dia berada
di bangku sekolah. Dia berimaji bahwa papanya selalu menemaninya kemanapun dia
pergi.
Setelah meninggalnya sang papa,
mamanya pergi bekerja ke Hongkong menjadi TKW dengan membawa 2 adiknya. Sedangkan
dia dititipkan di Omnya yang tinggal di Kota Malang dan kakaknya menetap di Pontianak
bersama neneknya.
Sejak saat itulah mulai membenci
mamanya. Dia merasa tidak disayangi karena tidak diajak Mamanya ke Hongkong
tapi malah ditinggalkan. Parahnya perasaan tidak disayangi ini tidak hanya dia
rasakan dari mamanya tapi dari semua orang yang ada disekelilingnya. Dia seolah
merasa semua orang yang sayang terhadap dirinya itu hanya karena merasa
kasihan. Perasaan tersebut mengakar hingga dia dewasa.
Dan puncaknya ketika mamanya pulang
ke Indonesia bersama dengan papa barunya. Dia diajak ke Bali untuk liburan
bersama.
Pada saat dia mendapat kesempatan
berbincang empat mata dengan Mamanya. Ketika berbincang langsung dengan
Mamanya, bukannya dia mengungkapkan segala macam bentuk kekesalan dan kebencian
yang dia rasakan selama ini. Namun hanya tangisan yang keluar.
Ikatan batin anak dan orang tua
memang selalu rekat, meski Saling diam mereka sama-sama tau apa yang dirasakan
satu sama lain. Mamanya meminta maaf atas segala yang telah terjadi di masa
lalu.
“… Kau belom punye anak makenye kau
belom tau rasenye harus ninggalin anak-anak kau di tangan orang lain. Makenye
Mama maok minta maaf ke kau. Mama udah gagal.”
Tidak ada orang tua yang sempurna, mereka
juga bisa berbuat salah dan gagal. Mereka menginginkan yang terbaik buat
anak-anak mereka, namun mereka juga tidak benar-benar tau apakah terbaik untuk
anak-anaknya.
Setelah proses memaafkan tersebut, Alex mulai menceritakan tentang perjalanan karirnya hingga menjadi seperti sekarang ini. Di akhir-akhir cerita juga dia menceritakan tentang perjalanannya mencari Aurora Borealis yang sudah lama ia impikan dan akhirnya terwujud tepat di hari ulang tahunnya yang ke-29.
Beberapa Pelajaran Hidup Yang Disampaikan
Tak hanya berisi tentang kisah
hidupnya, di dalam buku ini Koh Alex juga memberikan beberapa pesan untuk
pembacanya yang berasal dari pengalaman hidupnya selama ini.
Memaafkan Meringankan Beban
Setelah Mamanya meminta maaf dan Koh
Alex mulai memaafkan Mamanya dia merasa lebih ringan. Dengan memaafkan dia
bilangnya racun-racun kebencian mulai tercerabut dalam hatinya. Mungkin racun-racun
kebencian ini bisa dibilang energy negative dalam diri ya. Ketika energi
negative itu mulai hilang dan digantikan dengan energi positive ternyata bisa membuat
hidup menjadi lebih membahagiakan.
Secara nggak sadar memaafkan
ternyata bisa menghapus kebencian dalam hati. Dan membawa hidup kita menjadi
lebih baik lagi karena cara pandang kita terhadap segala hal yang terjadi pada
hidup berubah. Yang awalnya pikiran-pikiran negative yang selalu muncul berubah
menjadi pikiran-pikiran positive yang membuat hidup lebih tenang dan produktif.
Mencintai Proses Kehidupan
Ada di sebuah Bab yang menceritakan Koh Alex diusia 20-an yang diliputi dengan kegalauan tentang masa depan. Ketakutan menghadapi masa depan, rasa iri yang timbul karena melihat pencapaian orang lain dan hidup yang terasa stagnan alias “idup kok gini-gini aja”.
Kalau istilah psikologisnya “quarter
life of crisis” yang merupakan fase dimana seseorang pada usai 18 hingga 30
tahun merasa khawatir, bingung, tidak memiliki arah karena ketidakpastian dalam
kelanjutan hidupnya dan overthingking akan masa depan.
Pada saat menghadapi quarter llife
of crisis itu, Alex di nasehati oleh Mak, Ibu Kos yang dulu rumahnya dia
kontrak. Perempuan yang dianggap seperti ibunya sendiri karena banyak
membantunya di awal-awal hidup sendiri di Jakarta.
Apa saja nasihatnya?
“Lu kebanyakan mikir masa depann, jadi
lupa nikmatihari ini.”
“… jadi orang, tuh , kudu bisa nikmatin
hal-hal kecil dalam hidup.”
“…hidup itu berproses. Pelan-pelan
aje jalannye…”
“Kalau lu ngabandingin hidup lu
sama orang lain mulu, mau sampai kapan? Pasti bakalan ada yang lebih keren dari
elu. Yang lebih ganteng. Yang lebih tajir. Yang lebih pinter.”
“…Ngeliat tuh jangan ke atas mulu ntar
kesandung berabe,luuu! Coba berhenti, napas, lihat apayang udah lu miliki
sekarang. Lu kagak punya utang sama orang. Itu bagus. Lu kagak punya masalah
sama Kesehatan. Itu bagus. Lu kagak kudu makan sehari sekali. Kurang bagus apa
hidup lu? Kalau lu liat idup lu gitu-gitu aje, itu karena lu nggak ngehargain
diri lu sendiri…”
Tidak ada komentar
Posting Komentar